Minggu, 28 April 2013

Apa batas kita dan (mereka) ?


BATAS ANTARA KITA DAN MEREKA ADALAH SHOLAT


Ayyuhal ikhwah fillah! Bertakwalah kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala dengan takwa yang sebenar-benarnya. Sesungguhnya manusia kini tengah terjebak di dalam timbunan kesibukan dunia yang materialistik bersama aneka macam problema jiwa dan ketegangan syaraf yang ditimbulkan oleh nafsunya, mereka sangat membutuhkan sesuatu yang bisa menghibur perasaannya. Melepaskan beban penderitaannya, dan membangkitkan perasaan tentram di dalam hati dan perasaan tenang di dalam jiwa, jauh dari kesulitan, kegelisahan, dan keresahan. Mana mungkin manusia bisa menemukan hal itu di luar naungan Islam dan ibadah-ibadahnya yang agung, yang merupakan terapi rohani yang mutlak ampuh dan tidak tergantikan oleh terapi materi. Ketahuilah, bahwa ibadah yang memiliki pengaruh terbesar dalam hal itu ialah shalat, baik shalat fardhu maupun shalat sunnah.


Allah berfirman :
 “Hai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu.” (QS. Al-Baqarah: 153)

“Dan dirikanlah shalat.Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. Al-Ankabut: 45)
Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam pernah bersabda kepada Bilal Radiyallahu „Anhu,

Bangkitlah hai Bilal, hiburlah kami dengan Shalat.‟‟ (HR.Ahmad, 5/371, dan Abu Daud, 4986)
“Dan setiap kali dirundung masalah, beliau selalu melaksanakan shalat.” (HR. Ahmad, 5/388 dan Abu Daud, 1319)

Hal itu tidak lain karena shalat adalah komunikasi antara hamba dengan tuannya. Berdiri di hadapan Allah Subhanahu wa Ta‟ala dalam shalat memiliki efek yang sangat besar dalam memperbaiki jiwa manusia, bahkan seluruh masyarakat manusia.

Hanya, shalat seperti apakah yang dapat mempererat hubungan komunikasi antara makhluk dan penciptanya? Shalat seperti apakah yang dapat memberikan efek yang positif di dalam diri pelakunya, sehingga dapat mencegahnya dari perbuatan keji dan munkar, dan bisa membantunya dalam urusan agama dan dunianya; mendorongnya untuk melaksanakan kewajiban dan menjauhi hal-hal yang diharamkan dan dimakruhkan? Apakah itu shalat jasmani tanpa ruh, badan tanpa hati, gerakan tanpa kekhusyukan, bentuk tanpa esensi, kata-kata tanpa makna? Bukan! Sama sekali bukan! Tetapi shalat Syar‟iyah Nabawiyah yang dilaksanakan menurut rambu-rambu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam.

Sesungguhnya shalat yang diserukan Islam merupakan mi‟raj ruhani bagi seorang mukmin. Karena ruhnya bisa membawanya mi‟raj ( naik ke langit ) setiap kali ia melaksanakan shalat kepada Allah, baik shalat fardlu maupun shalat sunnah. Ruhnya mengajaknya pindah dari alam materi menuju alam yang tinggi, jernih, suci dan bersih. Di situlah sumber kebahagiaan dan ketenteraman.

Setiap muslim pasti mengetahui kedudukan shalat di dalam agama dan syariat Allah. Karena shalat adalah tiang agama Islam dan garis pemisah antara kufur dan iman. Posisi shalat dalam Islam seperti posisi kepala bagi tubuh. Bila manusia tidak bisa hidup tanpa kepala, begitu pula agama tidak bisa wujud tanpa shalat. Nash-nash syariat yang menerangkan hal itu sangat banyak. Jika masalahnya sedemikian penting dan krusial maka satu hal yang sangat menyesakkan dada dan menyakitkan hati ialah bahwa di antara orang-orang yang mengaku Islam masih ada orang-orang yang hidup di tengah-tengah kaum muslimin, tetapi meremehkan dan menyepelekan shalat. Bahkan terkadang lebih parah dari itu. Laa haula wala quata illa billah!

Akankah mereka berhenti bersikap seperti itu sebelum mereka ditimpa murka Allah, dikepung azab Allah, atau dijemput maut?

Saudara-saudaraku yang rajin shalat! Berbahagialah dengan shalat. Bergembiralah bila Allah melapangkan dada Anda untuk melaksanakan kewajiban yang agung ini. Selamat buat Anda yang akan menerima balasan dan anugerah dari Allah, baik di dunia maupun di Akhirat. Karena Anda telah melaksanakan kewajiban agama yang agung ini.

Wahai orang-orang yang rajin shalat, ketahuilah bahwa shalat yang diterima oleh Allah harus memenuhi syarat-syarat, rukun-rukun, wajib-wajib, dan adab-adab tertentu. Di samping itu, banyak masalah penting dan kesalahan yang berkembang luas seputar kewajiban ini yang harus diketahui dan dipraktikkan oleh orang-orang yang shalat. Di dalam Musnad Ahmad disebutkan,

"Orang yang paling buruk pencuriannya ialah orang yang mencuri sebagian dari shalatnya." (Al-Musnad, 5/310)

Yang dimaksud dengan mencuri di dalam shalat ialah tidak menyempurnakan rukuknya, sujudnya dan khusyuknya.

Dan ada pula riwayat yang menyebutkan, bahwa orang yang selesai shalat akan dicatat dari shalatnya sebesar 25 persen, atau 20 persen, hingga 10 persen saja. (HR. Ahmad, 4/321 dan Abu Daud, 796)
Ini mengajak setiap muslim yang melaksanakan shalat agar memperhatikan urusan shalatnya, supaya ia tidak kehilangan pahala dan mendapatkan siksa.

Berikut ini adalah hal-hal singkat yang perlu mendapat perhatian dalam masalah ini: 

1. Bersuci secara lahir dan batin. 
Karena bersuci adalah syarat besar bagi sahnya shalat. Dan shalat tidak sah tanpa bersuci. Maka setiap orang yang menunaikan shalat harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh urusan bersuci dan wudlunya. Ia tidak boleh meremehkan hal itu. Juga tidak boleh berlebihan dalam menyikapinya hingga sampai ke tingkat waswas. Salah satu hal yang sangat disesalkan dalam soal ini yaitu sebagian orang awam tidak memberikan perhatian secukupnya terhadap masalah wudlu dan bersuci. Bahkan ada yang melakukan tayammum di dekat air atau sebenarnya bisa mencari air. Ini adalah kecerobohan yang nyata. 

2. Menghadap kiblat. 
Ini juga termasuk syarat sah shalat yang penting. Orang yang berada di Masjidil Haram harus menghadap ke arah Ka’bah secara tepat. Sebagian orang ternyata tidak memahami masalah ini atau meremehkannya. 

3. Menutup aurat. 
Ini juga termasuk syarat sah shalat yang penting. Apa yang dilakukan sebagian orang yang teledor dalam masalah ini seperti memakai pakaian yang transparan, atau celana ketat yang bisa memperlihatkan warna kulitnya atau membedakan sifatnya adalah hal yang perlu diperhatikan. Wanita di dalam shalat harus menutupi seluruh tubuhnya kecuali wajahnya, jika berada di antara lelaki yang bukan mahramnya atau berada di masjid yang berpotensi dilihat oleh kaum lelaki, maka kondisi semacam ini ia wajib menutupi wajahnya. Dan ia harus datang ke masjid dengan pakaian yang sederhana, tertutup rapat, tidak bersolek dan tidak memakai parfum, agar ia bisa pulang ke rumahnya dengan membawa pahala, bukan dosa.

 4. Memperhatikan kerapian shaf (barisan). 
Dalam riwayat yang shahih disebutkan bahwa Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam merapikan sendiri barisan-barisan yang ada. Ada juga riwayat yang menyebutkan bahwa beliau bersikap keras kepada orang yang tidak memperhatikan hal itu. Dalam sebuah hadits Rasulullah Shalallallahu „alaihi wa sallam bersabda,
"Kalian benar-benar merapikan barisan kalian, atau Allah benar-benar akan membuat wajah-wajah kalian berselisih." (HR. Al-Bukhari, 717 dan Muslim, 436) 

5. Inti shalat dan ruhnya adalah khusyuk. 
Allah berfirman,
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya.” (QS. Al-Mukminun: 1-2)

Di mana letak khusyuknya orang-orang yang melaksanakan shalat dengan perasaan malas, berat, tertekan, kesal, dan ingin bebas dari kewajiban shalat? Di mana letak kekhusyukan orang-orang yang tidak fokus di dalam shalatnya? Shalat mereka hanyalah main-main, gerak-gerik, tengak-tengok, miring kesana kemari, cepat-cepat dan tergesa-gesa. Hati mereka berkeliaran di lembah, sementara akalnya merumput di tempat lain. Shalat semacam ini adalah shalat yang bunting, tidak sempurna.
Maka setiap orang yang melaksanakan shalat, harus menjaga kekhusyukan dan kehadiran hatinya secara terus-menerus. Dan ia harus melakukan upaya-upaya yang bisa membantunya untuk itu, dan mewaspadai hal-hal yang merusak kekhusyukannya.

 Thumakninah adalah salah satu rukun shalat yang tidak boleh ditinggalkan. Kini banyak orang yang meremehkannya akibat lemahnya iman, dan tamaknya perasaan duniawi di dalam jiwa. Nabi Shallallahualaihi wa sallam bersabda kepada orang yang melaksanakan shalat secara buruk, karena tergesa-gesa dan tidak thuma‟ninah.
"Kembalilah lalu shalatlah. Karena sesungguhnya kamu belum shalat." (HR. Al-Bukhari, 793 dan Muslim, 397) 

6. Yang juga perlu diperhatikan ialah kewajiban mengikuti imam. 
Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,
"Sesungguhnya imam itu diadakan untuk diikuti." (HR.Al-Bukhari, 688 dan Muslim, 412)
Jadi, makmum tidak boleh lebih maju dari imam atau mendahului gerakan imam. Bahkan hal itu bisa menjadi penyebab tertolak atau batalnya shalat. Ada riwayat yang berisi ancaman keras terhadap orang yang berbuat seperti itu.

Dalam hadits riwayat Abu Hurairah Radiyallahu „anhu yang disepakati keshahihannya oleh Al-Bukhari dan Muslim dinyatakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda, "Tidaklah salah seorang di antara kamu merasa takut apabila ia mengangkat kepalanya sebelum imam bahwa Allah akan menjadikan kepalanya sebagai kepala keledai atau menjadikan wujudnya sebagai wujud keledai?!" (HR. Al-Bukhari, 691,dan Muslim, 427)
Imam Ahmad Rahimahullah berkata, “Tidak sah shalat orang yang mendahului imamnya.”
Perkara yang demikian gawat dan sangsinya seperti itu seharusnya mendapat perhatian yang serius dari setiap orang yang melaksanakan shalat. Jangan sampai ia dijerumuskan oleh setan yang ingin merusak shalatnya. Dan kondisi rill para makmum dalam kaitan ini sangat memperhatinkan dan menyedihkan. Allahul Musta‟an . 

*sumber : khutbahjum'at.com